Kisah Sukses Ibu RT yang Menghasilkan Hingga Ratusan Juta
www.cihost.com – Kisah Sukses Ibu RT yang Menghasilkan Hingga Ratusan Juta. Kesibukan sebagai ibu rumah tangga atau ibu tidak menghalangi ketiga wanita ini untuk berbisnis. Melalui ketekunannya, para ibu ini dapat membantu keuangan keluarga melalui bisnis makanan.
Siapakah ibu-ibu ini?
Ini adalah ceritanya
Ibu menjual daun ubi jalar olahan ke Abu Dhabi
Ernawati (51) dan 7 rekannya berhasil menghasilkan daun ubi jalar terlaris yang telah diekspor dari Abu Dhabi. Sebelum menjajal usaha pengolahan daun ubi jalar ini, Ernawati adalah seorang pembantu yang bekerja di sebuah rumah. Kemudian Ernawati mencoba berbisnis dengan martabak dan mie ayam. Kini, ia mengandalkan usaha pengolahan ubi jalar kering.
“Usaha saya dimulai tahun 2007. Awalnya diajar oleh seorang guru. Kemudian di divisi yang diajar oleh kantor UMKM, dilakukan pelatihan pengemasan, pembukuan, legalitas, dan desain produk. Intinya kita perlahan-lahan dibina,” ujarnya. Kata Ernawati. detikcom.
Dijelaskannya, dan menjelaskan bahwa dulu produksi modal sekitar 50.000 rupiah menjadi 100 bungkus ubi kering. Ini karena ini hanya satu paket, karena ia memetik daun ubi jalar di kebun sebelah rumah. Bisa dikatakan usahanya berkembang pesat karena produk olahannya sudah sampai di Abu Dhabi.
“Seminggu bisa produksi 300 paket, omzet bulanan rata-rata Rp 17 juta. Soal cerita jualnya ke Abu Dhabi, awalnya saya tinggalkan di pemukiman. Lalu mereka (Abu Dhabi) menelpon saya, karena mereka bawa produk oleh-oleh saya ke Abu Dhabi. Beberapa produk juga dibawa ke Malaysia, “jelas El Nawati.
Penghasilan bulanan orang tua tunggal dari bisnis ini adalah Rp 200 juta
Menjadi orang tua tunggal tidak menghalangi Ooy Khadijah untuk terus memenuhi kebutuhan keuangan keluarga. Untuk pensiun dari pekerjaannya, ia memulai usaha sendiri yaitu jajanan khas, seperti sup kental dan makanan beku.
Nama perusahaan Mak Cicih diambil dari nama orang tuanya. Bisnis ini mulai beroperasi pada tahun 2018. Ia berhasil melewati suka duka dan kini mampu memenuhi kebutuhan finansial keluarganya. Pasalnya, omzet dalam sebulan sudah mencapai ratusan juta rupiah.
“Kerja, tapi kerja bukan berarti lebih, hasilnya cukup. Di saat yang sama, saya punya lima anak, saya single parent, saya rasa saya harus berbuat lebih banyak.
Ia mengatakan awal mula berjualan nngginang terinspirasi dari anaknya yang gemar makan jajan. Wanita asal Sumeitang, Jawa Barat ini langsung meracik soto kental dengan berbagai bahan atau rasa.
Kadia mengatakan, pengeluaran awal sekitar satu juta rupiah. Dana tersebut digunakan untuk membeli bumbu dan bahan pertanian, seperti rempah-rempah, dan untuk menanak nasi menjadi nasi kering.
Karya pertamanya menjualnya ke tetangga dan mendapat ulasan bagus. Varian rasa rengginang yang dijualnya saat itu masih orisinal atau sama dengan kebanyakan varian rengginang lainnya. Ia pun mencoba menyimpan barangnya di toko dekat stasiun Depok.
Namun proses penyimpanan di toko-toko tersebut tidak berjalan mulus, apalagi ia sering dimarahi karena produknya sama dengan produk lain, namun harganya lebih mahal. Sementara harga nginangang Mak Cicih berkisar antara Rp15.000 hingga Rp25.000 per unit.
“Karena banyak orang berjualan, banyak hinaan dan makian pada akhirnya. Ini pengalaman saya. Tapi saya tidak boleh menyerah. Jika saya putus asa, saya akan tidak berdaya. Saya berencana berhenti kerja karena Umur saya sekitar 53 tahun. Saya ingin hidup mandiri, ”ujarnya.
Dia menambahkan: “Pada akhirnya, saya menghina, menghina dan menertawakan orang itu untuk mendesak saya agar tidak membiarkan orang merendahkan makanan negara, yang disebut makanan jadul.
Hinaan, hinaan, dan ejekan seperti itu menjadikan Kadia sebagai ibu kota kariernya. Ia pun mencoba mengikuti pelatihan UMKM yang merupakan rencana Pemerintah Daerah Depok. Di sana, dia belajar tentang pemasaran atau pemasaran produk.
Secara umum Lunghiang nya juga berbeda dengan Lunghiang lainnya. Ia membuat sup fillet kecil agar bisa langsung disantap tanpa meninggalkan sisa makanan atau remah-remah. Tidak hanya membentuk bentuk, ia juga mengembangkan resep renggininya dan menambahkan bahan lain seperti coklat, blueberry, dan teh hijau.
Dia berkata: “Saya mencoba membuat resep untuk membuatnya sekecil marmer, jadi hari ini saya mencoba menggunakan coklat dan blueberry.”
Setelah bekerja selama setahun, Khadijah mengatakan pengecer juga membutuhkan produknya. Ia mengaku mendapat tawaran kontrak untuk mengisi produk renggininya ke 10 pengecer. Dari sinilah Khadgar mendapat banyak sekali manfaat.
Pendapatan dari kerjasama tersebut juga menjadi salah satu asetnya untuk bisnis lain (seperti makanan beku atau makanan beku). Ia mengatakan membuat makanan beku karena terkena pandemi COVID-19.
Tindakan pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah telah mengurangi perdagangan rengginang di 10 pengecer. Agar dapat terus menjalankan usahanya, ia memutuskan untuk menambah lebih banyak varian produk ke dalam usahanya. Selama pandemi, ia berhasil memproduksi makanan beku atau beku, seperti pisang leleh. Pisang dilapisi dengan lumpia dan dicampur dengan coklat dan keju.
Sejauh ini. Kadia mengatakan, dirinya menjual 9 rasa makanan beku atau makanan beku, antara lain pisang coklat, pisang keju coklat, nangka goreng, nanas goreng, selotip keju, selotip coklat.
Di luar dugaan, makanan beku laris manis. Selama pandemi, banyak orang yang mencari makanan beku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Khadijah juga mengakui dari makanan beku tersebut selama ia menjalankan bisnis omzetnya paling besar. Omset bulanannya mencapai Rp 200 juta.
“Alhamdulillah bulan Juni pandemi itu penjualan tertinggi saya. Mulai 2018 dan seterusnya bulanan maksimal bulanan antara Rp4 juta, Rp6 juta, dan Rp12 juta. Bulan Juni saya juga kaget. 200 juta,” ujarnya.
Menurut Kadia, penjualan makanan beku juga menggantikan produk Lunghiang. Ia mengaku tetap menjual produk Rengginang hanya berdasarkan pesanan, yakni tidak ada persediaan yang besar.
Ia mengatakan, karena bertemu distributor di media sosial Facebook, omzet bulanannya bisa mencapai Rp 200 juta. Setidaknya, saat ini ia memiliki 8 distributor, 10 agen, dan lebih dari 50 dealer.
Dengan hadirnya distributor, Kadia mengaku meski untung turun, ia berhasil menjual lebih banyak. Pangsa pasar produk ngigangang Mak Cicih dimulai dari Aceh hingga Papua. Pada saat yang sama, sejumlah besar produk awal dipesan di Jabodetabek dan Semarang sesuai dengan tempat tinggal distributor.
Ia mengungkapkan bahwa dalam bisnisnya saat ini, ia mampu membuat sekitar 20 tetangga (termasuk ibu dan remaja) dibayar setiap minggunya. Ia pun berharap bisnis Mak Cicih bisa membantu banyak orang.
Dia berkata: “Tujuan saya sekarang adalah bahwa bisnis saya tidak hanya untuk menghasilkan uang, tetapi juga untuk membuat banyak orang bahagia. Saya berharap bisnis saya akan berkembang dan banyak orang akan mendapatkan bantuan.”
Ibu Dua Anak Ini Kantongi Omzet Rp 50 Juta/bulan dari Jualan Ikan Bandeng
Yesi Herawati, 46 tahun, sekarang menjadi aktor komersial yang sukses. Kini, berkat jualan pakan bandeng, penghasilan atau omzet bulanannya sekitar Rp 50 juta.
Bandeng terkenal dengan duri yang banyak, yang berhasil dijadikan untung. Makanan bandeng yang dijualnya kini tidak memiliki duri dan kini menjadi makanan oleh-oleh khas.
Perempuan dengan dua anak ini menceritakan bagaimana cara memulai usaha makanan bandeng yang diberi nama bandeng rorod oleh Susu khas Bekasi. Awalnya, ketika kedua anaknya masih duduk di bangku sekolah dasar, dia ingin mencari sesuatu untuk dikerjakan.
Saya mulai menjual karena saya belajar berdagang dengan orang tua saya sejak saya masih kecil.
Ia mengatakan bandeng dipilih sebagai usaha utamanya karena sering digunakan dalam kegiatan keluarga. Selain itu, ia juga menemukan makanan serupa dalam pameran memasak di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan.
Katanya: “Kalau saya lihat bandeng rorod itu makanan khas keluarga kami. Kalau dikemas dengan baik pasti bisa dijual.”
Untuk mengemukakan idenya, Yesi mulai menjual Bandeng Rorod kepada tetangga dan teman-temannya pada tahun 2011. Seiring berjalannya waktu, suaminya setuju membuka rumah makan Betawi dan mengenalkan Bandeng Rorod ke banyak orang.
Dia berkata: “Sampai orang terakhir yang datang ke restoran kami mencari Rod Milksh.”
Sehabis bekerja dengan modal dini Rp 10 juta, industri ini jadi populer serta menaikkan fansnya. Apalagi di luar Jawa. Beliau juga pembaruan dengan membuat bandeng rorod( diketahui pula santapan dingin) dalam wujud dingin.
Dengan menawarkan santapan dingin, Yesi berterus terang menutup restoran Betawi serta menjual produknya lewat sistem reseller. Beliau memeragakan, telah mempunyai dekat 50 reseller di Jakarta- Depo Tangerang- Bekasi( Jadetabek), mempunyai sebagian gerai cenderamata, serta menyediakan produknya ke restoran- restoran di Bekasi.
Tidak hanya bandeng rorod pula menciptakan produk lain semacam bakso ketahui bandeng, bistik bandeng serta kacang bandeng renyah. Lewat inovasinya, beliau saat ini sukses meraup banyak omzet tiap bulan.
Dia berkata: “Ada sekitar 50 juta rupiah per bulan.”
Untuk bisa menjadi seperti sekarang ini, Yesi mengaku harus mengatasi banyak tantangan. Dikatakannya, saat memulai usaha bandeng, Rorod rela mengerjakan pesanan selama tiga hari tiga malam.
Pekerjaan yang dilakukan adalah memesan secara manual 200 bungkus duri bandeng rorod. Sekarang pekerjaan menghilangkan duri telah selesai dengan teknologi yang dia beli.
Ia pun memberikan tips kepada orang yang ingin menjalankan bisnis. Menurutnya, kunci sukses dimulai dari fokus, menjaga kualitas produk, dan inovasi yang berkelanjutan.
Dia berkata: “Anda harus fokus pada bisnis Anda, tidak mudah untuk pindah ke hari lain.”
Baca Juga: 10 Temuan Harta Karun Emas Paling Fantastis
Berjuang dalam keluarga, ibu rumah tangga ini merogoh miliaran rupiah selama pandemi
Tuti Rahmi, seseorang bunda rumah tangga yang beralamat di Ajang, jadi agen Dusdusan pada Oktober 2017 serta mengawali usahanya sendiri. Timbulnya Covid- 19 berakibat padanya pada bulan Maret kemudian.
” Ngomong- ngomong, aku tercantum orang yang tidak senang di kantor. Aku cuma mau jadi bunda rumah tangga. Apalagi bila Kamu berbisnis, Kamu cuma mau bermukim di rumah supaya dapat melindungi keluarga. Dini endemi mewajibkan aku ikut serta dalam jarak sosial. Aku menjajaki seluruh ketetapan suami aku, tercantum pemecatan sedangkan asisten rumah serta regu pembalutan.
Selaku seseorang bunda rumah tangga serta wiraswasta, beliau berupaya buat meredakan diri di area yang susah serta bertugas serupa dengan banyak orang di sekelilingnya buat melindungi bisnisnya senantiasa bakir walaupun lagi hadapi penyusutan. Dengan sokongan keluarga serta orang dagang Dusdusan yang lain, Tuti juga sukses meraup omzet milyaran rupiah sepanjang endemi itu.
“ Omzet bertambah penting dibandingkan tahun tadinya, apalagi melampaui sasaran individu aku nyaris 100%. Alhamdulillah peninggalan aku telah menggapai 3 Milyar, serta aku memiliki regu pengepakan pada Desember 2020. Aku terkejut sekalian terkejut. Soalnya, Aku cuma bisa menggapai dampak ini bila aku bertugas di rumah.
Bunda 3 anak ini memberi prestasinya ialah memaksimalkan kerjasama dengan agen lain, fokus pada jasa serta penuhi keinginan pasokan produk. Inilah yang sudah ia bawa serta sampaikan pada golongan dealernya.
“ Banyak diler Dusdusan yang menginginkan inventaris yang beberapa besar ialah tulang punggung keluarga. Hasil pemasaran dipakai buat melindungi asap dapur. Banyak pula kurir yang memercayakan pelayanan pengantaran ke rumah buat penuhi kebutuhannya,” ucapnya.
” Inilah alibi penting kenapa aku lalu menjual produk. Di luar keinginan keluarga tiap hari, suami aku senantiasa dapat penuhi keinginan. Aku cuma mau menolong mereka yang lagi berjuang buat keluarganya dengan senantiasa membagikan jasa yang terbaik.”
Rancangan” dealer assisting dealer” jadi motto ataupun prinsip Dusdusan. Agen silih mensupport serta berlatih bersama buat membuat bidang usaha satu serupa lain.” Dealer kita amat dekat. CEO Dusdusan serta salah satu penggagas Christian merumuskan:” Di mari, komunitas pendukung yang aktif dibangun buat beranjak maju bersama.”
Ibu rumah tangga menjual jutaan tas rotan setiap bulan
Menjadi ibu rumah tangga tidak hanya harus mengurusi pekerjaan keluarga, tetapi juga harus mampu melakukan kegiatan bisnis. Misalnya, Angela Raharjo omzet bulanannya puluhan juta.
Angela mengaku sudah tidak asing lagi dengan dunia bisnis. Pasalnya ia dikenalkan dengan usahanya oleh orang tuanya sejak ia masih kecil, terutama produk yang dihasilkan oleh pengrajin lokal.
“Awalnya karena genetik, orang tua saya pecinta seni, dan ibu saya juga seorang PT yang bergerak di bidang furniture di Lombok. Dia juga mengoleksi tas lagu, tapi tidak terlalu fokus karena dia juga ibu rumah tangga.
Kemudian, terjadilah kecintaan terhadap produk yang dihasilkan pengrajin lokal. Akhirnya saat kuliah, ia mencoba menjual kain songket.
Ia menawarkan untuk mengirimkan tiket kepada teman-temannya dan mendapat respon yang positif. Namun, dia harus berhenti berjualan setelah lulus dari universitas.
Ini karena kurangnya minat penjualan dan ketidaksesuaian antara karet gelang yang dipilih antara dia dan ibunya.
Ia menjelaskan: “Setelah lulus kuliah, kami tidak lagi terus berjualan. Karena sudah tidak terlalu laku, dan rasanya lesu, penjualan, apalagi songket butuh waktu, kadang orang akan membeli model yang berbeda.”
Alhasil, Angela memutar otak untuk mencari peluang yang bisa ia manfaatkan. Ia pun mendapat inspirasi dari tas rotan yang digunakan penyanyi Raisa.
Dari situ, ia akhirnya berusaha mencari pengrajin lokal yang mau bekerja sama dalam produksi tas rotan. Alhasil, ia resmi merilis produk bernama “Tangan Rantau” pada 2017 lalu.
Tangan Rantau menjual berbagai produk kerajinan lokal yang dibuat dengan bahan alami, seperti rotan, daun pandan hingga daun eceng gondok.
Lulusan sekolah chef ini mengaku menghabiskan Rp 1 juta untuk bisnis ini. Dia menarik pengrajin lokal untuk bekerja dengannya.
Dia menjelaskan: “Saya melihatnya bekerja dengan pengrajin lokal. Kami bisa tumbuh bersama, hidup bersama, dan bahagia karena kami punya penghasilan. Dana pertama adalah 1 juta rupiah untuk membeli produk tersebut.”
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa bisnisnya belum sepenuhnya beroperasi dengan dukungan. Alasannya, ayahnya tidak setuju dengan pilihan Angel. Namun hal tersebut ia buktikan melalui keberhasilannya mendirikan bisnis di Pulau Lantau.
Dia berkata: “Ibu saya sudah terbiasa, bukan? Apakah Anda berguna bagi ayah saya? Mengapa menurut Anda menarik. Tapi saya bisa menjelaskan bahwa ini adalah produk lucu yang digunakan oleh anak muda, dan banyak orang tidak mengerti. “Penjelasan.
Hasilnya, ia kini mampu mempekerjakan hingga puluhan pengrajin dan tujuh karyawan, dengan omset bulanan hingga Rp 18 juta. Padahal, produknya sudah sampai ke nusantara.
Katanya: “Bisa mencapai Rp 18 juta per bulan. Kami juga sudah jual ke Timika di Aceh.”
Di saat yang sama, dia berencana membangun toko di masa depan untuk menjual produknya secara offline dan ekspor. Sementara itu, produk yang dijual di Tanzania dan Lantau dijual mulai dari Rp35.000 hingga Rp600.000.